Kisah
Bang Iqbal
Namaku Clarisa Nanda Utami, aku tidak suka pada
orang yang berprofesi sebagai pengamen. Menurutku mereka orang pemalas, tak mau
kerja keras bermandikan keringat untuk mendapatkan penghasilan. So.. itulah
pandanganku pada mereka.
“aduh gerah banget nieh.. macet lagi” kataku sambil
ngibas-ngibasin tangan.
“clari biasa aja keles.. namanya juga angkutan
umum.” Ucap salsa.
Salsa Prahara Viona sahabat terbaikku, kami berteman
dari TK.
Ups.. ada pengamen masuk.
“maaf semuanya saya mau menghibur anda semua yang
terbebani macet, saya akan menyanyikan sebuah lagu orang termiskin di dunia.
selamat mendengarkan.” Ucap pengamen tersebut sambil mulai memetik senar gitar.
“terbebani macet, emang harapan pengamen kayak gitu
kan.. panas-panas gini boro-boro mau denger orang nyanyi.” Bisikku pada Salsa.
“aduh Clari, namanya juga nyari duit kita hargain
donk..” Salsa membalas bisikanku.
“ah kamu Sal..” aku cemberut.
Tak terasa pengamen tersebut tlah selesai menyanyi
dia mengulurkan tangannya ke arahku.
“maaf gak ada mas..” ucapku.
Akhirnya macet berakhir juga, aku mengajak Salsa
jajan dulu di warung bu Nani yang katanya jus buahnya enak bingiit.
Aku memesan jus jeruk sedangkan Salsa memesan jus
melon.
‘pengamen yang tadi, berarti bukan hanya di angkutan
umum saja. Oh dia baru selesai ngamen disini.. untung deh’ gumamku sambil
nyeruput jus jeruk.
Salsa menyadari apa yang ada di fikiranku.
“kamu kenapa kayaknya gak suka banget sama pengamen
?? tujuan mereka kan cari duit.” Salsa mengagetkanku yang lagi asyik nikmatin
jus jeruk.
“ya.. menurutku mereka itu pemalas, kamu lihat badan
mereka sehat, usia juga jarang kan ada pengamen lansia, Menurutku mereka masih
mampu kok kerja.” Jawabku.
“ya, mungkin aja mereka gak memiliki keahlian..
buktinya banyak kok pengamen yang sukses menjadi penyanyi terkenal.” Timpal
Salsa.
“buktinya banyak juga pengamen yang gak
sukses-sukses” aku gak mau kalah.
“ya udah, kita pulang yuk.. cepetan abisin jusnya.”
Salsa mengalah, dari dulu Salsa memang selalu seperti itu, selalu mengalah jika
berdebat sama aku.
Setelah bayar jus kami langsung pulang.
--------------------------------------------***-------------------------------------------------
Di taman sekolah.
“Sal, hari ini capek banget.. otakku saiki mumet.”
Aku memegangi kepalaku.
“kenapa ?? oh ya tugas character buildingnya gimana
??” Tanya Salsa.
“ikh Salsa gak ada simpatinya ya.. aku kan lagi
mumet met met.” Aku manyun.
“dasar Clari emang anak manja ha..ha.. minum diapet
gih biar otakmu damang, ha..” jawab Salsa seenaknya.
“Salsa masa diapet, oh ya tugas character building
ya, gimana tuh ??” aku mulai serius.
“nah gitu donk, kan tugasnya oleh 2 orang kita
sekelompok aja Clari. Gimana ??”
“ok itu sudah pasti, aku gak punya ide ah”. aku
nyengir kuda.
“ah dasar kamu, gimana kalo kita menelusuri
kehidupan pengamen aja.” Usul Salsa.
“masa pengamen, menelusuri pantai aja gimana ??” aku
menggoda Salsa.
“Clari aku serius, siapa tahu aja dengan mendalami
kehidupan pengamen kamu gak sinis lagi sama mereka.” Jawab Salsa.
“ia maaf aku kan Cuma becanda, usul kamu boleh juga tuh.
Yo wis kita pulang hari minggu kita beraksi”
Salsa mengangguk, kami pulang ke rumah
masing-masing.
-------------------------------------------------***-------------------------------------------------
Hari minggu..
Aku dan salsa mulai mencari pengamen untuk di
wawancara, buat tugas sekolahku.
Kami mencari pengamen yang bertampang ramah, remaja
atau dewasa karena jika masih anak-anak takutnya ditanya jawabnya kagak
nyambung. He..he..
Ditengah panasnya terminal aku dan Salsa sibuk
mencari, kayak kucing nyari mangsa. Setelah setengah jam kami larak-lirik,
akhirnya kami nemu yang pas. Seorang pengamen bertampang ramah bahkan bisa
dibilang imut, penampilannya pun sederhana aja tidak memakai assesoris apalagi
anting dan sebagainya.
Kelihatannya itu pengamen yang aku lihat minggu
lalu, saat di angkutan umum dan di warung jus bu Nani. aku dan Salsa
menghampiri pengamen tersebut, karena sepertinya ia sedang beristirahat.
“maaf bang kami mengganggu waktu istirahatnya” sapa
Salsa.
“jika abang tidak keberatan, kami boleh minta
waktunya ??” sambungku.
“adik-adik ini siapa ya ??” Tanya pengamen tersebut
keheranan.
“gini bang, saya Salsa dan ini Clarisa. kita pengen
lebih tahu aja tentang profesi yang abang tekunin, sebelumnya kami minta maaf
tlah lancang.” Kata Salsa.
“oh.. pasti ini tugas sekolah ya. Saya tidak
keberatan malah saya senang bisa berbagi cerita dengan orang lain. Siapa tahu
aja cerita saya bisa menjadi inspirasi bagi orang lain yang mendengarnya.” Kata
abang tersebut.
Aku dan Salsa mengajak abang tersebut di sebuah
warung penjual minuman, Salsa yang mentraktir.
“bang bisa abang ceritakan awal mula abang jadi
pengamen, tapi sebelumnya maaf ya bang kami lancang pengen tahu pribadi abang.”
Kataku.
“ya tidak apa-apa malah saya merasa senang bisa
berbagi cerita kehidupan saya, karena kalau berbagi derita gak mungkin ya..
he..he.. aduh maaf neng saya jadi ngelantur”
“ia gak papa bang, lagian jangan terlalu serius
nanti malah jadi tegang.” Jawab Salsa.
“nama saya Iqbal usia 23 tahun saya mulai mengamen
dari usia 9 tahun, karena saya sekolah hanya sampai kelas 3 SD. Saya memiliki
adik perempuan yang ketika saya kelas 3 SD adik saya sudah harus masuk sekolah.
Karena orang tua saya tunggal yaitu ibu, dan tak sanggup membiayai sekolah kami
berdua, akhirnya saya berhenti sekolah, saya bertekad biarlah saya tidak tamat
sekolah asal adik saya bisa sekolah sampai perguruan tinggi, biar saya yang
membiayainya.” Bang Iqbal mulai menceritakan kisah hidupnya. Aku dan Salsa
mendengarkan dengan seksama.
“maaf sebelumnya ya bang, ayah abang kemana ??”
tanyaku.
“ayah saya sudah meninggal ketika saya masih kecil
dan adik saya masih berada dalam kandungan.” Jawab bang Iqbal.
“maaf ya bang kami tidak bermaksud bikin abang
sedih” kata Salsa.
“gak apa neng, saya sudah ikhlas.. kejadiannya pun
sudah sama sekali.” Lanjut bang Iqbal.
“oh ya bang adik abang sekarang masih sekolah ??”
Tanya Salsa.
“ia Alhamdulillah adik abang masih sekolah, dia baru
lulus SMK dan mau lanjut kuliah. Insyaalloh saya akan terus berjuang demi adik
dan ibu saya”.
“kalau boleh tahu nama adik abang siapa ya ?? aku
bertanya lagi.
“namanya Aulia Sahara usianya 18 tahun.” Jawab bang
Iqbal.
“ibu abang masih kerja ?? dan apakah untuk membiayai
pendidikan adik abang, abang hanya bekerja sebagai pengamen saja ??” tanyaku
lagi.
“ia neng, ibu saya dari saya kecil pun kerja. Beliau
dagang keliling jualan nasi uduk. sampai sekarang beliau masih berjualan. Meski
pun saya larang tapi beliau tetap berjualan, katanya beliau masih kuat. padahal
usianya sudah 60 tahun lebih. Dan untuk membiayai pendidikan adik saya, saya
tidak hanya mengamen. saya mengamen jika sudah tidak ada pekerjaan yang harus
saya kerjakan. Sekaligus menyanyi adalah hoby saya. Ya mencoba cari peruntungan
dengan suara yang pas-pasan. Jadi saya bukan hanya mengamen tapi, saya bekerja
apa saja yang penting halal dan saya mampu mengerjakannya.” Jawab bang Iqbal
panjang lebar.
“bagaimana dengan pendidikan abang, apa abang tidak
berkeinginan sekolah lagi ?” Tanya Salsa.
“saya sangat ingin melanjutkan pendidikan saya.
Tapi, apalah daya.. saya sudah merasa bahagia melihat adik saya sekolah,
meskipun saya tidak bisa ngasih lebih. hanya mampu membiayai sekolah dan
kebutuhan sekolahnya saja. Saya tidak mampu memberikan uang jajan setiap hari,
tapi adik saya sabar.. dia anak yang kuat. Dia menjadi guru privat saya ketika
dia kelas 3 SD, dia mengajari saya bahkan sampai sekarang adik saya selalu
mengajari saya. Jadi meskipun saya tidak sekolah, tapi saya mengetahui
pelajaran yang di ajarkan di SMP, di SMK karena adik saya mengajarkan kembali
apa yang ia dapat di sekolah kepada saya” Bang Iqbal berkaca-kaca, aku jadi
terharu.
“jadi meskipun abang tidak sekolah berarti kemampuan
abang sama dengan adik abang, kenapa abang tidak mencari pekerjaan kan adik
abang lulusan SMK pasti memiliki keahlian sesuai program yang ia ambil.”
Kataku.
“ia sih neng, saya juga suka praktek bareng adik
saya.. saya sudah mencoba melamar kerja yang sesuai dengan keahlian yang adik
saya ajarkan, namun tanpa adanya ijazah tetap tidak bisa akhirnya lamaran saya
di tolak dan alhamdlillah adik saya diterima karena dia memiliki keahlian dan
juga memiliki ijazah. Adik saya melanjutkan kuliah dengan biayanya sendiri dan
dia meminta saya supaya memulai pendidikan lagi dengan mengikuti paket maupun
kursus, katanya biar adik saya yang biayain. Adik saya memang bukan kacang yang
lupa akan kulitnya.”
“apakah abang akan melanjutkan pendidikan lagi ??
kan adik abang udah kerja kenapa abang masih ngamen dan kerja yang lainnya yang
selama ini abang lakonin?? Tanya Salsa.
“ia saya sedang mengikuti kursus, saya masih bekerja
saya tidak mau merepotkan adik saya, meski saya tahu niat baiknya. Tapi saya
laki-laki dan satu-satunya di keluarga saya. sudah seharusnya saya menjadi
tulang punggung keluarga. Dan bekerja itu perlu selama kita masih hidup. Semoga
setelah saya lulus kursus saya mendapat pekerjaan yang lebih baik.” Jawab bang
Iqbal mengakhiri kisah hidupnya.
Tak terasa 2 jam tlah berlalu, Aku dan Salsa sangat
berterimakasih pada bang Iqbal karena tlah bersedia berbagi pengalaman dan
kisah hidupnya.
-------------------------------------------------***-----------------------------------------------Hari
senin presentasi tugas..
Aku dan Salsa menjelaskan perjalanan hidup bang
Iqbal seperti apa yang kami dengar dari beliau. Selesai presentasi tepuk tangan
begitu riuh.
Itulah kisah hidup bang Iqbal, pandanganku pun
berubah terhadap seorang pengamen, namun kisah setiap orang tentu berbeda.
Tidak semua pengamen memiliki kemauan yang tinggi untuk merubah garis hidupnya
karena ada sebagian orang yang hanya sekedar bertahan hidup.
**cerita ini murni fiktif, apabila ada kesamaan nama
saya mohon maaf.
Karya
: Wanda Dewi Agustina
Email
: dewiagustinawanda@gmail.com
08772820470x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang sopan.
terimakasih.